Author : Arianti Pratiwi @TiwiMinam
Main
Cast : Son Dongwoon
B2ST, Kim Ji Eun
Type/Genre :
Sadness
Length :
Part
Disclaimer :
Ide FF ini terinpirasi dari lagu B2ST yang berjudul “On Rainy Days” semua ini hanya
fiksi belaka. hanya sebatas fantasi seorang Ratu yang gak berhenti
berimajinasi. TAKE OUT WITH
FULL CREDIT.No Copy Paste and Dont Be Silent Reader
“On rainy day I knew you, on
rainy day I close to you, on rainy day I leave you, And on rainy day I know
that I love you”
Hari ini, adalah hari pertamaku masuk sekolah sebagai siswa
kelas 6 SD.
Tak terasa sudah 5 tahun aku menjadi siswi di SD terfavorit di Busan, kota
kelahiranku. Aku sudah dewasa sekarang,
tidak...aku rasa belum. Hari ini hujan sangat deras, tapi syukur aku sudah
duduk baik ditempat duduk baru ku disamping jendela. Aku menatap tetes hujan
yang mengenai jendela, indah sekali. Sejak dulu aku jadi fans berat
hujan, aku suka dinginnya dan juga suaranya. Aku meraba jendela dan bisa
merasakan uap-uap dingin hujan sangat menentramkan. Teman-teman kelas ku mulai
berdatangan. Tidak ada yang baru, mereka tetap sama dengan teman kelas sebelumnya.
Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran akan dimulai. Wali kelas kami masuk, tapi
tunggu, ada seorang bocah yang mengekor dibelakangnya.
“Selamat pagi anak-anak” sapa Sonsaengnim. Kami pun menjawabnya dengan serempak.
“Hari ini kita kedatangan murid baru dari Daegu” Bu guru lalu menyuruhnya maju. Lalu dia pun memperkenalkan dirinya
“Hari ini kita kedatangan murid baru dari Daegu” Bu guru lalu menyuruhnya maju. Lalu dia pun memperkenalkan dirinya
“Annyeong… Son Dongwoon imnida,
bangapseumnida chingu” ucapnya sambil tersenyum. sonsaengnim bilang, kalau
ingin mengenalnya lebih lanjut, lakukan setelah jam istirahat. Aku tak akan
melakukannya, nanti juga kami akan akrab dengan sendirinya.
Jam pulang sekolah berbunyi dan diluar hujan masih saja
turun, tapi tak sederas tadi pagi. Sebelum pulang, aku ingin ke perpustakaan
mengembalikan buku, ternyata perpustakaannya sudah tutup. Sepertinya harus
pulang, lalu aku membuka tas untuk mengambil mantel hujan transparan berwarna
biru kesukaan ku. Kenapa tak memakai payung? Aku tak menyukainya, sangat
menyusahkan. Aku harus terus memegang tangkainya dan itu membuat tangan ku
pengal. Lagi pula memakai payung akan membuat tas ku basah.
Saat diperjalanan, aku melihat Dongwoon sedang duduk
berteduh di depan halte. Wajahnya sangat menyeramkan, dia mekuknya dalam-dalam.
Aku pun menghampirinya, tapi sepertinya dia tidak menyadari kedatanganku.
“Hai....Dongwoon” akupun menyapanya. Dia hanya celingukan
“Nama mu Dongwoon kan?”dia hanya mengangguk.
“Kalau begitu aku memang sedang memanggil nama mu, kau
kenal aku kan kita teman sekelas. Ji Eun imnida”, aku tersenyum lalu mengangkat tanganku. Aku lihat dia
sedikit ragu, tapi dia mengangkat tangannya dan menjabat tangan ku. Dia lalu
tersenyum, sangat manis dan hangat. Aku lalu duduk disampingnya.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Dia menoleh pada ku lalu menjawab
“Aku sedang menunggu jemputan ku, lalu kau, dengan kostum
lucu mu itu,” dia memandangi ku, aku lihat dia sedikit tertawa. Aku
memperhatikan diri ku sendiri, sambil bertanya apa yang lucu dengan diri ku.
Sepertinya dia menyadarinya”.
“Berapa umur mu sekarang, setidaknya kau bukan anak kelas 1 lagi yang harus memakai jaket seperti itu, kau tau
teknologi bernama payung kan?”, dia tertawa. Sangat tidak bisa
diterima, dia baru saja mengenalku dan sudah berani menilai apa yang aku pakai.
Tanpa basa-basi aku meninggalkannya, aku mendengar dia memanggil-manggil
namaku. Masa bodoh dengan itu, aku mempercepat langkahku. Kali ini aku
benar-benar tidak bisa menikmati hujan karena orang bodoh seperti dia.
Hari ini aku kesekolah tidak seperti biasanya, aku sedikit
terlambat. Saat memasuki kelas, aku lihat seorang yang tidak jelas duduk
dibangku ku. Dia hanya tersenyum melihatku datang. Ketika aku semakin dekat
dengan tempat duduk ku, dia lalu berdiri dan meninggalkan tempat duduk ku. Aku
heran, apa yang dia lakukan ditempat ku. Aku tak menggubrisnya lagi, karena
setelah itu sonsaengnim memasuki kelas.
Saat istirahat aku ingin membersikan laci meja ku, ada
sesuatu yang aneh. Aku menunduk melihatnya. Ada payung imut berwarna biru bermotif bintang. Tunggu, sepertinya aku tau siapa yang menaruhnya. Aku
berencana akan menanyakannya saat pulang sekolah nanti.
Aku berdiri didepan halte, aku berencana menunggu Dongwoon
disini. Tapi sepertinya dia tidak akan datang, aku sudah menunggunya hampir
setengah jam. Aku memutuskan untuk pulang, tapi tiba-tiba sesorang melemparku
dari belakang, sontak aku berbalik dan berteriak
“Heiiii!!!!!!!!” aku lihat
Dongwoon tertawa, ternyata dia.
“Hahahaha....kau benar-benar galak anak kecil, ahh...dan
juga cerewet. Kau tidak memakai kostum lucu mu lagi?” Ingin rasanya aku
melemparnya dengan sepatu ku. Dia masih terus saja tertawa. Aku hanya
menatapnya, terdiam, rasanya ingin sekali menagis. Dongwoon meyadari hal itu
”Maaf” dia lalu mendekati ku.
“Sepertinya kau menunggu ku” dia tersenyum.
“Sepertinya kau menunggu ku” dia tersenyum.
“Apa maksudnya ini, kau memberiku payung?” aku langsung ke
pusat pertanyaan.
“Sudah waktunya kau melepas jas hujan mu itu, itu sudah tak
cocok lagi dengan umur mu” jawabnya. Aku hanya mencibir, lalu mengambil payung
dari dalam tas ku, aku menatap payung itu, lalu menoleh padanya
“Lalu, kenapa harus motif seperti ini?
“Oh, itu.....lihat dirimu. Semua orang tau kau pecinta
warna biru dan bentuk bintang”. Aku memperhatikan diriku sendiri,
“Coba lihat, tas mu, ikat rambut mu, pin bintang mu,
mungkin bila sepatu dan kaos kaki diizinkan mungkin kau akan memakai warna biru
dan motif bintang. Ahh....sapu tangan, tempat pesil, dan aku suka pulpen mu
yang ada mahkota bintangnya, bahkan namamu Kim Ji Eun, Ji Eun adalah bintang. Apa
itu hanya sebuah kebetulan?”, aku melongo
mendengar penjelasanya, tak mungkin sedetail itu.
“Heiii....kau memperhatikanku!!!!”, tanyaku langsung
padanya. Dia hanya terdiam, kemudian tersenyum
“Mungkin..”, aku terkejut, belum sempat membuka mulut, dia
langsung melambaikan tanggannya lalu berlari menuju mobil yang menjemputannya.
Aku masih tetap melongo.
Setelah kejadian dihalte itu, dia tak pernah mendekati ku
lagi, melihat ku pun tidak. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya. Aku
pastinya malu bertanya padanya, nanti dia berpikir bukan-bukan tentang ku.
Hampir seminggu kami seperti ini.
Bel sekolah dibunyikan kembali dan hujan sangat deras. Aku
tidak membawa mantel ku hari ini, karena cuaca tadi pagi sangat berbeda dengan
saat ini. Aku mengoceh dalam hati, seandainya tadi aku membawa mantel ku.
Menerobosnya pasti akan basah kuyub, seragam dan sepatu tak masalah, tapi
bagaimana dengan buku-buku ku. Tiba-tiba aku melihat payung tepat diatas kepala
ku, aku menolah kesampingku, ternyata dia.
“Biar ku tebak, kau lupa bawa mantel dan payung yang ku
berikan. Ayo ku antar kau pulang, rumah mu tidak jauh kan?” aku melihatnya
lekat, tidak berkata apa-apa.
“Ayooooooo”, dia mendesakku. Sebaiknya aku menerima
tawarannya
“Baiklah, kau jangan menyesal kalau ternyata rumah ku
jauh”. Dia hanya tersenyum, lalu menyuruhku memegang payungnya sebentar. Dia
membuka kedua sepatunya lalu memasukannya kedalam tas dengan paksa. Aku
melihatnya aneh
“Apa yang kau lakukan?”
“Kau tahu hujan seperti ini, sangat enak menginjak
genangannya dengan telapak kaki mu sendiri”, jelasnya. Aku berpikir, dia benar
pasti sangat menyenangkan. Aku pun mengikutinya melepaskan kedua sepatu ku,
lalu memasukannya dalam tas ku juga. Dia tertawa melihatku. Akhirnya kami
berjalan pulang menggunakan satu payung tanpa alas kaki, sangat menyenangkan,
dia juga membuatku tertawa terbahak-bahak.
Beberapa menit kami sudah sampai didepan rumah ku, kita
petualang hujan, itu katanya. Seragam kita juga sedikit basah, karena gerimis
masih turun dan kita tidak memakai payung.
“Terima kasih mau mengantar ku, tapi sebenarnya payung mu
tak berguna, karena kita tetap saja basah”, kami tertawa.
“Lalu kau pulang bagaimana?” kau menoleh kesebrang jalan.
“Itu jemputanku” dia menunjuk mobilnya memakai dagunya.
“Kau memang aneh, setidaknya tadi kau bisa mengantar ku
memakai mobil”, celotehku.
“Tapi kalau begitu ceritanya, kita tidak akan menjadi
petualang hujan kan?”
“Ahhhh...kau benar!”. Akhirnya dia pamit pulang, akupun masuk kedalam rumah dan cepat-cepat mengganti pakaian ku.
“Ahhhh...kau benar!”. Akhirnya dia pamit pulang, akupun masuk kedalam rumah dan cepat-cepat mengganti pakaian ku.
Tidak terasa sudah hampir setahun kami menjadi teman baik.
Kami mulai melakukan semuanya bersama-sama. Dongwoon juga suka berkunjung
kerumah ku bila ada tugas rumah yang dia tidak mengerti. Begitu juga diriku,
aku biasa berkunjung kerumahnya itupun dari hasil desakannya. Dia memilki Eomma
yang hebat dan kami benar-benar akrab. Eommanya sangat handal membuat cake
coklat, aku sangat menyukainnya. Kadang Dongwoon suka membawakannya untuk ku ke
sekolah, tidak lupa dengan bentuk bintangnya. Kami juga masih menikmati hujan
seperti yang kemarin-kemarin.
Saat pulang sekolah, dia menyuruhku menunggunya di halte
seperti biasanya. Karena hari ini dia dapat giliran piket kelas. Aku sudah
menunggunya sekitar sepuluh menit lamanya, dia belum muncul juga. Aku melirik
ke depan gerbang sekolah, tapi dia belum muncul. Lama sekali, gumamku. Hujan
turun lagi, kali ini sangat deras, angin juga sangat kencang. Aku mulai jenuh
menunggu. Tiba-tiba aku melihat dia berlari dari arah gerbang sekolah.
“Kau basah dan lama”, sindirku.
“Mianhae, anak perempuan dikelas kita
semuanya cerewet, dia menyuruhku ini itu”, jelasmu sambil merapikan seragammu
yang basah.
“Hahahaha...pabooo, mereka
menyukaimu, jadi menahanmu lama-lama”, dia hanya tertawa.
“Kenapa kau menyuruhku menunggu disini?”
“Oh...eomma membuatkan
mu tas payung dan mantel”, Dongwoon mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Aku
melihat tas mungil berbahan plastik warna biru bermotif bintang kesukaan ku,
“Omoo neomu yeoppoda, katakan pada eomma aku sangat menyukainya.”
“Sudah terlihat jelas dari senyum mu”, ejeknya. Aku tak
memperdulikan sindirannya.
“Kau mau ku antar pulang? hujan hari ini sangat deras.”
tanyanya.
“Andwe, sopirmu sudah menunggu lama, kau
pulang saja. Aku akan menunggu hujan redah dulu,” jawabku lembut.
“Ara, aku pulang dulu.” Aku mengangguk,
dia tersenyum lalu berlari untuk menyebrang jalan. Seseorang memanggil ku dari
arah gerbang, aku menolah dan melambaikan tangan pada orang yang memanggil ku.
BRAAKKKKKK...
Tiba-tiba aku mendengar suara keras dari arah jalan. Aku
melihat orang-orang berlarian menuju jalan, aku menoleh, seseorang terbaring ditengah jalan dan berdarah. aku bisa
melihat, itu tas sekolah Dongwoon. Iya...dia Dongwoon, Dongwoon sahabatku. Aku
melihat sopirnya turun dengan wajah panik dari mobil yang diparkirnya. Aku
mendengar teman kelas ku berteriak. Tapi aku tak melakukan apa-apa, aku hanya
terdiam berdiri menyaksikan kejadian menakutkan ini. Hujan masih sangat deras,
aku melihat Dongwoon diangkat oleh sopirnya ke mobil, seragamnya berdarah,
matanya tertutup, bahkan hujan yang kami sukai tak mampu membuatnya membuka
mata.
Iya...dia Dongwoon, Dongwoon sahabatku. Aku melihat
sopirnya turun dengan wajah panik dari mobil yang diparkirnya. Aku mendengar
teman kelas ku berteriak. Tapi aku tak melakukan apa-apa, aku hanya terdiam
berdiri menyaksikan kejadian menakutkan ini. Hujan masih sangat deras, aku
melihat Dongwoon diangkat oleh sopirnya ke mobil, seragamnya berdarah, matanya
tertutup, bahkan hujan yang kami sukai tak mampu membuatnya membuka mata.
Lalu mobil yang mengangkutnya pun berlalu. Orang-orang yang
ramai mulai hilang satu per satu. Aku masih tetap berdiri ada rasa yang aneh
dalam hati ku, sakit sekali, aku tak tahu itu apa. Aku berjalan dibawah hujan,
tanpa payung atau mantel kesayanganku. Aku terus berjalan tanpa mempedulikan
hujan yang deras. Mata ku terasa panas, penglihatanku mulai buram. Akhirnya aku
menangis, menangis sejadi-jadinya dibawah hujan. Sampai dirumah Eomma
melihatku, wajahnya panik melihatku pulang basah kuyub dengan mata bengkak.
Akupun menceritakan semuanya pada Eomma, dia lalu memelukku, menenangkanku, aku
terus saja menagis sampai aku tertidur.
Sudah seminggu lebih kejadian itu berlalu. Wali kelas ku
bilang Dongwoon sudah membaik, tapi kami tidak pernah diberi tahu oleh orang
tuanya dimana dia dirawat. Aku juga tidak berani datang kerumahnya untuk
menanyakan. Tapi setidaknya dengan kabar dia baik-baik saja aku sudah bahagia.
Aku merindukannya, kelas terasa sepi tanpanya. Saat hujan pun aku harus
menikmatinya sendirian. Bahkan tak menikmatinya lagi.
Tiba-tiba ada kabar bahwa Dongwoon akan pindah keluar kota meninggalkan Busan. Aku kaget mendengarnya, kenapa seperti itu. Apa benar dia baik-baik saja. Saat pulang sekolah aku memberanikan diriku untuk mengunjungi rumahnya. Ternyata rumah itu sudah lama kosong. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa seperti ini. Setidaknya dia pamit dulu padaku. Aku tak tahu apa yang kurasakan, kecewa, takut, rindu, semua campur aduk. Aku benar-benar kehilangan dia sekarang.
________________________________________________________________________
“Barang-barangmu sudah beres semua,” tanya Eomma
“Ne eomma..”
“Besok keretamu berangkat
jam berapa. Benar tak perlu diantar Appa
dan Eomma?”
“Hmmm...aku bisa naik taksi kok Ma, lagipula besok kalian kerja, nggak perlu bolos kerja kan. Keretaku ku besok berangkat jam 8 pagi Ma.”
“Baiklah...eomma keluar
dulu”
Eomma meninggalkan ku sendiri dalam kamar ku. Sudah
beberapa tahun berlalu, kini aku tercatat sebagai mahasiswi di Seoul National
University. Aku sudah 6 bulan menetap di Seoul. Seminggu yang lalu aku kembali ke Busan, karena adik Eomma menikah, malam ini aku harus
mengepak barang-barang ku lagi dan besok harus kembali ke Seoul.
“Ji Eun ya...!!!” Eomma muncul lagi. “Ini mantel dan payung mu,” Eomma
menggoyang-goyangkan benda itu.
“Ohhh...iya hampir aku lupa, apalagi
disana katanya curah hujan lagi meningkat. Thank’s ya Ma,” akupun menuju pintu
untuk mengambilnya. Eomma tersenyum padaku lalu menutup pintu.
Aku menatap mantel dan payung ditanganku. Payung itu masih sama dengan yang ku punya 6 tahun lalu. Sebenarnya itu sempat rusak bahkan berkali-kali, tapi Eomma selalu membawanya ke tempat servis payung. Motif dan warnanya masih sama, sudah terlihat pudar dan butut. Eomma selalu mau membelikan yang baru tapi aku selalu menolaknya. Aku masih ingin memakainya, berharap seseorang dari masa lalu bisa mengenali ku dengan itu. Aku terus berharap, saat masuk sekolah tahap demi tahap bahkan sampai saat ini, aku masih saja terus merindukannya, betapa ingin bertemu dengannya lagi. Bagaimana dia sekarang, aku selalu penasaran. Dengan harapan besar itulah aku masih setia membawa payung ini kesana kemari.
Aku menatap mantel dan payung ditanganku. Payung itu masih sama dengan yang ku punya 6 tahun lalu. Sebenarnya itu sempat rusak bahkan berkali-kali, tapi Eomma selalu membawanya ke tempat servis payung. Motif dan warnanya masih sama, sudah terlihat pudar dan butut. Eomma selalu mau membelikan yang baru tapi aku selalu menolaknya. Aku masih ingin memakainya, berharap seseorang dari masa lalu bisa mengenali ku dengan itu. Aku terus berharap, saat masuk sekolah tahap demi tahap bahkan sampai saat ini, aku masih saja terus merindukannya, betapa ingin bertemu dengannya lagi. Bagaimana dia sekarang, aku selalu penasaran. Dengan harapan besar itulah aku masih setia membawa payung ini kesana kemari.
______________________________________________________________________
Aku sudah tiba di stasiun seoul. Aku duduk diruang tunggu, teman kamarku hari ini akan
menyemputku seperti biasanya. Hari ini stasiun sangat ramai, dengar-dengar salah satu Boyband
terkenal B2st ada disini, entahlah apa yang meraka lakukan disini aku tidak peduli. Aku tidak terlalu tahu tentang boyband, bahkan Super Junior pun, yang katanya sangat
terkenal. Selama ini aku hanya fokus belajar, agar kuliahku cepat selesai. Yi Seul, teman kamar sekaligus sahabatku dari SMA, dia
salah satu K-pop mania, terlebih dengan B2st. Dia suka sebal padaku karena aku terlalu
cuek dan tidak nyambung saat dia membahas idolanya. Yaa… karena aku memang tak
tau apa apa mengenai mereka. Dan akhirnya dia mungkin sudah lelah dan bosan
karena responku kurang memuaskan, sehingga dia berhenti membahas tentang k-pop
di hadapanku.
“Ji Eunaaaaa!!!!!” aku
mendengar suara cempreng itu. Aku mencari dimana arahnya, oh..ternyata dari
kerumunan pecinta Boyband itu. Seharusnya sudah kuduga...
“Astaga Ji Eun...tadi kamu lihat nggak, Kikwang ganteng
banget...oh my god...I cant breath”
“Woiiii... siapa lagi dia? Aku tak mengenalnya, hampir
semua nama yang kau sebut, selalu kau sebut ganteng! Aku bosen tau… itu nggak ada urusannya dengan ku. Ayoo buruan
pulang, aku mau istirahat” aku menariknya menuju parkiran.
“Ji Eun ya...kamu nggak
asik. Coba tadi kamu lihat mereka, apalagi si Joker cool banget dengan kaca
mata hitamnya” jawabnya sambil merengek
“Kerenan Batman kali dari pada Joker. Batman kan super
hero. Nahhh....Joker kan penjahatnya”.
“Ahhh....susah ngomong dengan kamu, pabo!” Yi Seul cemberut, aku hanya tertawa terbahak-bahak.
Seharian aku istirahat di Apertemen saja, sepertinya Yi
Seul pergi kekampus. Kami dikampus yang sama, tapi jurusan yang berbeda. Aku
mengambil jurusan Meteorologi, aku ingin belajar lebih tentang bintang dan hujan. Sedangkan Yi Seul, dia senang dengan Ilmu
Sosial. Kami memilih tinggal bersama, ini usul dari kedua orang tua kami.
Mereka juga menyediakan kami mobil, tapi Yi Seul lebih sering memakainnya,
karena aku lebih suka berjalan kaki atau naik Bus, benar-benar ingin menikmati
kota ini.
“Aku pulangggg!!!” teriak Yi Seul saat memasuki Apartemen
kami.
“Ohhh... kau sudah makan? tadi aku masak ikan rica-rica,
kau mau?”
“Wahhhh....iya. Aku madi dulu. Okeee...., Oh...kalau ada
orang menelponku, angkat saja” lalu dia meletakkan Handphonenya dia tas meja.
Selang beberapa menit, Yi Seul sudah keluar dari kamar.
Kami makan bersama-sama kali ini dan ini sangat jarang terjadi. Yi Seul labih
sering makan diluar bersama teman-temannya.
“Seul ah....ringtone Sms mu bagus juga, itu lagu apa” tanya
ku tiba-tiba.
“Punya B2st, kau suka...Ahhhh...aku tau kenapa kau
meyukainya. Itu karena ada suara hujan kekasih mu itukan”
Aku hanya tertawa mendengar sindiran Yi Seul. Dia memang
selalu mengejek ku begitu, tak ada lelaki yang tampan selain hujan, tak ada
artis yang suaranya merdu selain suara hujan. Itu yang selalu dia katakan
padaku.
“Kenapa kau tertawa? itu memang keyataannya, kau terlalu
maniak dengan hujan. Bahkan kau lebih memilih....”
“Oke cukup, aku tak mau mendengarkan ceramah mu lagi
tentang itu,” aku memotong perkataan Yi Seul…
“Baiklah.....Btw, kau mau lagu itu. Judulnya juga tentang
hujan “On Rainy Days”. Siapa tahu setelah mendengar lagunya kau akan menyukai
idola ku juga. Hahaha...”
Aku hanya mengangguk. Dalam sekejap lagu itu sudah ada dalam daftar playlist Hp ku. Aku mencoba mendengarnya berkali-kali, sangat menenangkan… ahh tidak, tiba-tiba dadaku terasa sesak setelah benar-benar memahami lagu ini. Sangat menyakitkan
Aku hanya mengangguk. Dalam sekejap lagu itu sudah ada dalam daftar playlist Hp ku. Aku mencoba mendengarnya berkali-kali, sangat menenangkan… ahh tidak, tiba-tiba dadaku terasa sesak setelah benar-benar memahami lagu ini. Sangat menyakitkan
______________________________________________________________
Hari ini aku ke toko kaset langganan ku dan Yi Seul, kami
biasa menghabiskan waktu kami disini, mendengarkan semua musik dengan gratis.
Sudah sejam kami disini, aku juga sudah mulai jenuh, tapi sepertinya Yi Seul
belum menemukan kaset yang dia cari. Aku berjalan keluar toko mau menghirup
udara segar. Aku berjalan ke halte bus didepan toko itu. Kebetulan haltenya
lagi sepi, aku duduk diujung bangku panjang halte. Disini lebih menyenangkan
dibanding didalam toko tadi. Aku mengambil headset dalam kantong dan memasangnya
ditelingaku, aku juga mengotak-atik ipod ku mencari lagu yang pas. Lagu
pilihanku jatuh pada lagu yang dikirimkan Yi Seul kemarin. Lagu itu mengalun
indah ditelingaku, teringat saat aku masih kecil dulu dengan dia masa lalu.
Kami menghabiskan waktu bersama dihalte, entah saat hujan atau hari cerah. Aku
mencoba menutup mata ku dan mencoba mengulang cerita itu satu demi satu dalam
hayalanku. Begitu menyenangkan tapi saat aku sadar semua berubah menjadi rindu
yang sangat menyesakkan, menjadi mimpi buruk yang pekat. Apalagi saat mengingat
kejadian itu...
PIP...PIP....PIP...!!!!
Aku langsung membuka mataku, ternyata ada bus yang berhenti
didepan ku. Aku melihat kesampingku, tak ada orang selain aku disini, mungkin
sopir itu mengira aku akan naik ke bus.
“Aniya...Atassii!!! jawabku dengan sedikit
berteriak.
Sopir itu hanya tersenyum lalu menjalankan
busnya. Saat bus itu berlalu, aku langsung menatap kearah toko piano yang
sejajar dengan halte ini. Aku melihat sosok yang berdiri disana. Aku mengenal
senyum itu, aku mengenal cara melambai itu, aku mengenal cara berjalan itu.
Dia...dia sosok yang selama ini aku cari selama ini tapi dalam wujud dewasa.
Tapi aku belum yakin, aku berdiri dari tempat duduk ku. Dia terus berjalan, aku
mengikuti arah jalannya. Aku belum bisa memastikannya, kami bersebrangan jalan.
Aku terus mengikutinya, tapi pandangan ku terhalang bus saat ini. Aku coba
berlari dan ternyata sosok itu menghilang. Tak terlihat oleh mata ku lagi. Aku
akan menyebrangi jalan untuk memastikannya.
TRETTT...TRETTTT...TREETT...
“Halo...iya Seul ah. Aku berjalan-jalan
sebentar....iya....aku segera kesana”
Itu nyata atau hanya halusinasiku saja. Tapi tidak mungkin
aku melihat hal yang sama pada sosok dua orang. Senyumnya, apakah ada orang
yang memilki senyum yang sama. sepanjang jalan pulang aku terus memikirkannya.
Apa benar Dongwoon ada di kota ini, apa itu benar-benar dirinya. Semakin aku
memikirkannya semakin membuat ku rindu padanya.
Sudah beberapa hari kejadian itu berlalu, aku juga sudah
coba untuk melupakannya. Mungkin saat itu aku sedang memikirnya, sehingga aku
merasa kalau sosok yang ku lihat waktu itu adalah dia. Hari ini aku ke toko
kaset langananku, karena aku sedang didaerah ini jadi Yi Seul memimta tolong
untuk mengambilkan kaset pesanannya di toko ini. Sayangnya, saat akan pulang
hujan turun lumayan deras. Beruntung aku selalu membawa payung kesayangan ku.
Aku berlari kecil menuju halte, seperti biasa pulang kerumah menggunakan bus.
Aku sudah menunggu sekitar 5 menit, tapi busnya belum muncul-muncul juga. Hujan
juga semakin deras, aku melihat orang-orang berlari menerjang hujan. Tiba-tiba
seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku membalik tubuh ku, apa yang kulihat
membuat ku terkejut.
“Apa kabar Ji Eun?” sapa orang itu dengan senyum manisnya
“Apa kabar Ji Eun?” sapa orang itu dengan senyum manisnya
___TBC___