Halaman

Senin, 01 Oktober 2012

[FF] On Rainy Days #1

Title                  : On rainy days
Author              : Arianti Pratiwi  @TiwiMinam
Main Cast          : Son Dongwoon B2ST, Kim Ji Eun
Type/Genre       : Sadness
Length              : Part
Disclaimer         : Ide FF ini terinpirasi dari lagu B2ST yang berjudul “On Rainy Days” semua ini hanya fiksi belaka. hanya sebatas fantasi seorang Ratu yang gak berhenti berimajinasi. TAKE OUT WITH FULL CREDIT.No Copy Paste and Dont Be Silent Reader



“On rainy day I knew you, on rainy day I close to you, on rainy day I leave you, And on rainy day I know that I love you”


Hari ini, adalah hari pertamaku masuk sekolah sebagai siswa kelas 6 SD. Tak terasa sudah 5 tahun aku menjadi siswi di SD terfavorit di Busan, kota kelahiranku. Aku sudah dewasa sekarang, tidak...aku rasa belum. Hari ini hujan sangat deras, tapi syukur aku sudah duduk baik ditempat duduk baru ku disamping jendela. Aku menatap tetes hujan yang mengenai jendela,  indah sekali. Sejak dulu aku jadi fans berat hujan, aku suka dinginnya dan juga suaranya. Aku meraba jendela dan bisa merasakan uap-uap dingin hujan sangat menentramkan. Teman-teman kelas ku mulai berdatangan. Tidak ada yang baru, mereka tetap sama dengan teman kelas sebelumnya. Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran akan dimulai. Wali kelas kami masuk, tapi tunggu, ada seorang bocah yang mengekor dibelakangnya.
“Selamat pagi anak-anak” sapa Sonsaengnim. Kami pun menjawabnya dengan serempak.
“Hari ini kita kedatangan murid baru dari Daegu” Bu guru lalu menyuruhnya maju. Lalu dia pun memperkenalkan dirinya
“Annyeong… Son Dongwoon imnida, bangapseumnida chingu” ucapnya sambil tersenyum. sonsaengnim bilang, kalau ingin mengenalnya lebih lanjut, lakukan setelah jam istirahat. Aku tak akan melakukannya, nanti juga kami akan akrab dengan sendirinya.
Jam pulang sekolah berbunyi dan diluar hujan masih saja turun, tapi tak sederas tadi pagi. Sebelum pulang, aku ingin ke perpustakaan mengembalikan buku, ternyata perpustakaannya sudah tutup. Sepertinya harus pulang, lalu aku membuka tas untuk mengambil mantel hujan transparan berwarna biru kesukaan ku. Kenapa tak memakai payung? Aku tak menyukainya, sangat menyusahkan. Aku harus terus memegang tangkainya dan itu membuat tangan ku pengal. Lagi pula memakai payung akan membuat tas ku basah.
Saat diperjalanan, aku melihat Dongwoon sedang duduk berteduh di depan halte. Wajahnya sangat menyeramkan, dia mekuknya dalam-dalam. Aku pun menghampirinya, tapi sepertinya dia tidak menyadari kedatanganku.
“Hai....Dongwoon” akupun menyapanya. Dia hanya celingukan
“Nama mu Dongwoon kan?”dia hanya mengangguk.
“Kalau begitu aku memang sedang memanggil nama mu, kau kenal aku kan kita teman sekelas. Ji Eun imnida”, aku tersenyum lalu mengangkat tanganku. Aku lihat dia sedikit ragu, tapi dia mengangkat tangannya dan menjabat tangan ku. Dia lalu tersenyum, sangat manis dan hangat. Aku lalu duduk disampingnya.
“Apa yang kau lakukan disini?”
 Dia menoleh pada ku lalu menjawab
“Aku sedang menunggu jemputan ku, lalu kau, dengan kostum lucu mu itu,” dia memandangi ku, aku lihat dia sedikit tertawa.  Aku memperhatikan diri ku sendiri, sambil bertanya apa yang lucu dengan diri ku. Sepertinya dia menyadarinya”.
“Berapa umur mu sekarang, setidaknya kau bukan anak kelas 1 lagi yang harus memakai jaket seperti itu, kau tau teknologi bernama payung kan?”, dia tertawa.  Sangat tidak bisa diterima, dia baru saja mengenalku dan sudah berani menilai apa yang aku pakai. Tanpa basa-basi aku meninggalkannya, aku mendengar dia memanggil-manggil namaku. Masa bodoh dengan itu, aku mempercepat langkahku. Kali ini aku benar-benar tidak bisa menikmati hujan karena orang bodoh seperti dia.

Hari ini aku kesekolah tidak seperti biasanya, aku sedikit terlambat. Saat memasuki kelas, aku lihat seorang yang tidak jelas duduk dibangku ku. Dia hanya tersenyum melihatku datang. Ketika aku semakin dekat dengan tempat duduk ku, dia lalu berdiri dan meninggalkan tempat duduk ku. Aku heran, apa yang dia lakukan ditempat ku. Aku tak menggubrisnya lagi, karena setelah itu sonsaengnim memasuki kelas.
Saat istirahat aku ingin membersikan laci meja ku, ada sesuatu yang aneh. Aku menunduk melihatnya. Ada payung imut berwarna biru bermotif bintang. Tunggu, sepertinya aku tau siapa yang menaruhnya. Aku berencana akan menanyakannya saat pulang sekolah nanti.
Aku berdiri didepan halte, aku berencana menunggu Dongwoon disini. Tapi sepertinya dia tidak akan datang, aku sudah menunggunya hampir setengah jam. Aku memutuskan untuk pulang, tapi tiba-tiba sesorang melemparku dari belakang, sontak aku berbalik dan berteriak
“Heiiii!!!!!!!! aku lihat Dongwoon tertawa, ternyata dia.
“Hahahaha....kau benar-benar galak anak kecil, ahh...dan juga cerewet. Kau tidak memakai kostum lucu mu lagi?” Ingin rasanya aku melemparnya dengan sepatu ku. Dia masih terus saja tertawa. Aku hanya menatapnya, terdiam, rasanya ingin sekali menagis. Dongwoon meyadari hal itu
”Maaf” dia lalu mendekati ku.
“Sepertinya kau menunggu ku” dia tersenyum.
“Apa maksudnya ini, kau memberiku payung?” aku langsung ke pusat pertanyaan.
“Sudah waktunya kau melepas jas hujan mu itu, itu sudah tak cocok lagi dengan umur mu” jawabnya. Aku hanya mencibir, lalu mengambil payung dari dalam tas ku, aku menatap payung itu, lalu menoleh padanya
“Lalu, kenapa harus motif seperti ini?
“Oh, itu.....lihat dirimu. Semua orang tau kau pecinta warna biru dan bentuk bintang”. Aku memperhatikan diriku sendiri,
“Coba lihat, tas mu, ikat rambut mu, pin bintang mu, mungkin bila sepatu dan kaos kaki diizinkan mungkin kau akan memakai warna biru dan motif bintang. Ahh....sapu tangan, tempat pesil, dan aku suka pulpen mu yang ada mahkota bintangnya, bahkan namamu Kim Ji Eun, Ji Eun adalah bintang. Apa itu hanya sebuah kebetulan?”, aku melongo mendengar penjelasanya, tak mungkin sedetail itu.
“Heiii....kau memperhatikanku!!!!”, tanyaku langsung padanya. Dia hanya terdiam, kemudian tersenyum
“Mungkin..”, aku terkejut, belum sempat membuka mulut, dia langsung melambaikan tanggannya lalu berlari menuju mobil yang menjemputannya. Aku masih tetap melongo.

Setelah kejadian dihalte itu, dia tak pernah mendekati ku lagi, melihat ku pun tidak. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya. Aku pastinya malu bertanya padanya, nanti dia berpikir bukan-bukan tentang ku. Hampir seminggu kami seperti ini.
Bel sekolah dibunyikan kembali dan hujan sangat deras. Aku tidak membawa mantel ku hari ini, karena cuaca tadi pagi sangat berbeda dengan saat ini. Aku mengoceh dalam hati, seandainya tadi aku membawa mantel ku. Menerobosnya pasti akan basah kuyub, seragam dan sepatu tak masalah, tapi bagaimana dengan buku-buku ku. Tiba-tiba aku melihat payung tepat diatas kepala ku, aku menolah kesampingku, ternyata dia.
“Biar ku tebak, kau lupa bawa mantel dan payung yang ku berikan. Ayo ku antar kau pulang, rumah mu tidak jauh kan?” aku melihatnya lekat, tidak berkata apa-apa.
“Ayooooooo”, dia mendesakku. Sebaiknya aku menerima tawarannya
“Baiklah, kau jangan menyesal kalau ternyata rumah ku jauh”. Dia hanya tersenyum, lalu menyuruhku memegang payungnya sebentar. Dia membuka kedua sepatunya lalu memasukannya kedalam tas dengan paksa. Aku melihatnya aneh
“Apa yang kau lakukan?”
“Kau tahu hujan seperti ini, sangat enak menginjak genangannya dengan telapak kaki mu sendiri”, jelasnya. Aku berpikir, dia benar pasti sangat menyenangkan. Aku pun mengikutinya melepaskan kedua sepatu ku, lalu memasukannya dalam tas ku juga. Dia tertawa melihatku. Akhirnya kami berjalan pulang menggunakan satu payung tanpa alas kaki, sangat menyenangkan, dia juga membuatku tertawa terbahak-bahak.
Beberapa menit kami sudah sampai didepan rumah ku, kita petualang hujan, itu katanya. Seragam kita juga sedikit basah, karena gerimis masih turun dan kita tidak memakai payung.
“Terima kasih mau mengantar ku, tapi sebenarnya payung mu tak berguna, karena kita tetap saja basah”, kami tertawa.
“Lalu kau pulang bagaimana?” kau menoleh kesebrang jalan.
“Itu jemputanku” dia menunjuk mobilnya memakai dagunya.
“Kau memang aneh, setidaknya tadi kau bisa mengantar ku memakai mobil”, celotehku.
“Tapi kalau begitu ceritanya, kita tidak akan menjadi petualang hujan kan?”
“Ahhhh...kau benar!”. Akhirnya dia pamit pulang, akupun masuk kedalam rumah dan cepat-cepat mengganti pakaian ku.
Tidak terasa sudah hampir setahun kami menjadi teman baik. Kami mulai melakukan semuanya bersama-sama. Dongwoon juga suka berkunjung kerumah ku bila ada tugas rumah yang dia tidak mengerti. Begitu juga diriku, aku biasa berkunjung kerumahnya itupun dari hasil desakannya. Dia memilki Eomma yang hebat dan kami benar-benar akrab. Eommanya sangat handal membuat cake coklat, aku sangat menyukainnya. Kadang Dongwoon suka membawakannya untuk ku ke sekolah, tidak lupa dengan bentuk bintangnya. Kami juga masih menikmati hujan seperti yang kemarin-kemarin.
Saat pulang sekolah, dia menyuruhku menunggunya di halte seperti biasanya. Karena hari ini dia dapat giliran piket kelas. Aku sudah menunggunya sekitar sepuluh menit lamanya, dia belum muncul juga. Aku melirik ke depan gerbang sekolah, tapi dia belum muncul. Lama sekali, gumamku. Hujan turun lagi, kali ini sangat deras, angin juga sangat kencang. Aku mulai jenuh menunggu. Tiba-tiba aku melihat dia berlari dari arah gerbang sekolah.
“Kau basah dan lama”, sindirku.
Mianhae, anak perempuan dikelas kita semuanya cerewet, dia menyuruhku ini itu”, jelasmu sambil merapikan seragammu yang basah.
“Hahahaha...pabooo, mereka menyukaimu, jadi menahanmu lama-lama”, dia hanya tertawa.
“Kenapa kau menyuruhku menunggu disini?”
“Oh...eomma membuatkan mu tas payung dan mantel”, Dongwoon mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Aku melihat tas mungil berbahan plastik warna biru bermotif bintang kesukaan ku,
Omoo neomu yeoppoda, katakan pada eomma aku sangat menyukainya.”
“Sudah terlihat jelas dari senyum mu”, ejeknya. Aku tak memperdulikan sindirannya.
“Kau mau ku antar pulang? hujan hari ini sangat deras.” tanyanya.
Andwe, sopirmu sudah menunggu lama, kau pulang saja. Aku akan menunggu hujan redah dulu,”  jawabku lembut.
Ara, aku pulang dulu.” Aku mengangguk, dia tersenyum lalu berlari untuk menyebrang jalan. Seseorang memanggil ku dari arah gerbang, aku menolah dan melambaikan tangan pada orang yang memanggil ku.
BRAAKKKKKK...
Tiba-tiba aku mendengar suara keras dari arah jalan. Aku melihat orang-orang berlarian menuju jalan, aku menoleh, seseorang terbaring ditengah jalan dan berdarah. aku bisa melihat, itu tas sekolah Dongwoon. Iya...dia Dongwoon, Dongwoon sahabatku. Aku melihat sopirnya turun dengan wajah panik dari mobil yang diparkirnya. Aku mendengar teman kelas ku berteriak. Tapi aku tak melakukan apa-apa, aku hanya terdiam berdiri menyaksikan kejadian menakutkan ini. Hujan masih sangat deras, aku melihat Dongwoon diangkat oleh sopirnya ke mobil, seragamnya berdarah, matanya tertutup, bahkan hujan yang kami sukai tak mampu membuatnya membuka mata.

Iya...dia Dongwoon, Dongwoon sahabatku. Aku melihat sopirnya turun dengan wajah panik dari mobil yang diparkirnya. Aku mendengar teman kelas ku berteriak. Tapi aku tak melakukan apa-apa, aku hanya terdiam berdiri menyaksikan kejadian menakutkan ini. Hujan masih sangat deras, aku melihat Dongwoon diangkat oleh sopirnya ke mobil, seragamnya berdarah, matanya tertutup, bahkan hujan yang kami sukai tak mampu membuatnya membuka mata.
Lalu mobil yang mengangkutnya pun berlalu. Orang-orang yang ramai mulai hilang satu per satu. Aku masih tetap berdiri ada rasa yang aneh dalam hati ku, sakit sekali, aku tak tahu itu apa. Aku berjalan dibawah hujan, tanpa payung atau mantel kesayanganku. Aku terus berjalan tanpa mempedulikan hujan yang deras. Mata ku terasa panas, penglihatanku mulai buram. Akhirnya aku menangis, menangis sejadi-jadinya dibawah hujan. Sampai dirumah Eomma melihatku, wajahnya panik melihatku pulang basah kuyub dengan mata bengkak. Akupun menceritakan semuanya pada Eomma, dia lalu memelukku, menenangkanku, aku terus saja menagis sampai aku tertidur.
Sudah seminggu lebih kejadian itu berlalu. Wali kelas ku bilang Dongwoon sudah membaik, tapi kami tidak pernah diberi tahu oleh orang tuanya dimana dia dirawat. Aku juga tidak berani datang kerumahnya untuk menanyakan. Tapi setidaknya dengan kabar dia baik-baik saja aku sudah bahagia. Aku merindukannya, kelas terasa sepi tanpanya. Saat hujan pun aku harus menikmatinya sendirian. Bahkan tak menikmatinya lagi.
Tiba-tiba ada kabar bahwa Dongwoon akan pindah keluar kota meninggalkan Busan. Aku kaget mendengarnya, kenapa seperti itu. Apa benar dia baik-baik saja. Saat pulang sekolah aku memberanikan diriku untuk mengunjungi rumahnya. Ternyata rumah itu sudah lama kosong. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa seperti ini. Setidaknya dia pamit dulu padaku. Aku tak tahu apa yang kurasakan, kecewa, takut, rindu, semua campur aduk. Aku benar-benar kehilangan dia sekarang.
________________________________________________________________________
“Barang-barangmu sudah beres semua,” tanya Eomma
Ne eomma..”
“Besok keretamu berangkat jam berapa. Benar tak perlu diantar Appa dan Eomma?”
“Hmmm...aku bisa naik taksi kok Ma, lagipula besok kalian kerja, nggak perlu bolos kerja kan. Keretaku ku besok berangkat jam 8 pagi Ma.”
“Baiklah...eomma  keluar dulu”
Eomma meninggalkan ku sendiri dalam kamar ku. Sudah beberapa tahun berlalu, kini aku tercatat sebagai mahasiswi di Seoul National University. Aku sudah 6 bulan menetap di Seoul. Seminggu yang lalu aku kembali ke Busan, karena adik Eomma menikah, malam ini aku harus mengepak barang-barang ku lagi dan besok harus kembali ke Seoul.
   “Ji Eun ya...!!!” Eomma muncul lagi. “Ini mantel dan payung mu,” Eomma menggoyang-goyangkan benda itu.
   “Ohhh...iya hampir aku lupa, apalagi disana katanya curah hujan lagi meningkat. Thank’s ya Ma,” akupun menuju pintu untuk mengambilnya. Eomma tersenyum padaku lalu menutup pintu.
Aku menatap mantel dan payung ditanganku. Payung itu masih sama dengan yang ku punya 6 tahun lalu. Sebenarnya itu sempat rusak bahkan berkali-kali, tapi Eomma selalu membawanya ke tempat servis payung. Motif dan warnanya masih sama, sudah terlihat pudar dan butut. Eomma selalu mau membelikan yang baru tapi aku selalu menolaknya. Aku masih ingin memakainya, berharap seseorang dari masa lalu bisa mengenali ku dengan itu. Aku terus berharap, saat masuk sekolah tahap demi tahap bahkan sampai saat ini, aku masih saja terus merindukannya, betapa ingin bertemu dengannya lagi. Bagaimana dia sekarang, aku selalu penasaran. Dengan harapan besar itulah aku masih setia membawa payung ini kesana kemari.
______________________________________________________________________
Aku sudah tiba di stasiun seoul. Aku duduk diruang tunggu, teman kamarku hari ini akan menyemputku seperti biasanya. Hari ini stasiun sangat ramai, dengar-dengar salah satu Boyband terkenal B2st ada disini, entahlah apa yang meraka lakukan disini aku tidak peduli. Aku tidak terlalu tahu tentang boyband, bahkan Super Junior pun, yang katanya sangat terkenal. Selama ini aku hanya fokus belajar, agar kuliahku cepat selesai. Yi Seul, teman kamar sekaligus sahabatku dari SMA, dia salah satu K-pop mania, terlebih dengan B2st. Dia suka sebal padaku karena aku terlalu cuek dan tidak nyambung saat dia membahas idolanya. Yaa… karena aku memang tak tau apa apa mengenai mereka. Dan akhirnya dia mungkin sudah lelah dan bosan karena responku kurang memuaskan, sehingga dia berhenti membahas tentang k-pop di hadapanku.
“Ji Eunaaaaa!!!!!” aku mendengar suara cempreng itu. Aku mencari dimana arahnya, oh..ternyata dari kerumunan pecinta Boyband itu. Seharusnya sudah kuduga...
“Astaga Ji Eun...tadi kamu lihat nggak, Kikwang ganteng banget...oh my god...I cant breath
“Woiiii... siapa lagi dia? Aku tak mengenalnya, hampir semua nama yang kau sebut, selalu kau sebut ganteng! Aku bosen tau… itu nggak ada urusannya dengan ku. Ayoo buruan pulang, aku mau istirahat” aku menariknya menuju parkiran.
“Ji Eun ya...kamu nggak asik. Coba tadi kamu lihat mereka, apalagi si Joker cool banget dengan kaca mata hitamnya” jawabnya sambil merengek
“Kerenan Batman kali dari pada Joker. Batman kan super hero. Nahhh....Joker kan penjahatnya”.
“Ahhh....susah ngomong dengan kamu, pabo!” Yi Seul cemberut, aku hanya tertawa terbahak-bahak.

Seharian aku istirahat di Apertemen saja, sepertinya Yi Seul pergi kekampus. Kami dikampus yang sama, tapi jurusan yang berbeda. Aku mengambil jurusan Meteorologi, aku ingin belajar lebih tentang bintang dan hujan. Sedangkan Yi Seul, dia senang dengan Ilmu Sosial. Kami memilih tinggal bersama, ini usul dari kedua orang tua kami. Mereka juga menyediakan kami mobil, tapi Yi Seul lebih sering memakainnya, karena aku lebih suka berjalan kaki atau naik Bus, benar-benar ingin menikmati kota ini.
“Aku pulangggg!!!” teriak Yi Seul saat memasuki Apartemen kami.
“Ohhh... kau sudah makan? tadi aku masak ikan rica-rica, kau mau?”
“Wahhhh....iya. Aku madi dulu. Okeee...., Oh...kalau ada orang menelponku, angkat saja” lalu dia meletakkan Handphonenya dia tas meja.
Selang beberapa menit, Yi Seul sudah keluar dari kamar. Kami makan bersama-sama kali ini dan ini sangat jarang terjadi. Yi Seul labih sering makan diluar bersama teman-temannya.
“Seul ah....ringtone Sms mu bagus juga, itu lagu apa” tanya ku tiba-tiba.
“Punya B2st, kau suka...Ahhhh...aku tau kenapa kau meyukainya. Itu karena ada suara hujan kekasih mu itukan”
Aku hanya tertawa mendengar sindiran Yi Seul. Dia memang selalu mengejek ku begitu, tak ada lelaki yang tampan selain hujan, tak ada artis yang suaranya merdu selain suara hujan. Itu yang selalu dia katakan padaku.
“Kenapa kau tertawa? itu memang keyataannya, kau terlalu maniak dengan hujan. Bahkan kau lebih memilih....”
“Oke cukup, aku tak mau mendengarkan ceramah mu lagi tentang itu,” aku memotong perkataan Yi Seul…
“Baiklah.....Btw, kau mau lagu itu. Judulnya juga tentang hujan “On Rainy Days”. Siapa tahu setelah mendengar lagunya kau akan menyukai idola ku juga.  Hahaha...”
Aku hanya mengangguk. Dalam sekejap lagu itu sudah ada dalam daftar playlist Hp ku. Aku mencoba mendengarnya berkali-kali, sangat menenangkan… ahh tidak, tiba-tiba dadaku terasa sesak setelah benar-benar memahami lagu ini. Sangat menyakitkan
______________________________________________________________

Hari ini aku ke toko kaset langganan ku dan Yi Seul, kami biasa menghabiskan waktu kami disini, mendengarkan semua musik dengan gratis. Sudah sejam kami disini, aku juga sudah mulai jenuh, tapi sepertinya Yi Seul belum menemukan kaset yang dia cari. Aku berjalan keluar toko mau menghirup udara segar. Aku berjalan ke halte bus didepan toko itu. Kebetulan haltenya lagi sepi, aku duduk diujung bangku panjang halte. Disini lebih menyenangkan dibanding didalam toko tadi. Aku mengambil headset dalam kantong dan memasangnya ditelingaku, aku juga mengotak-atik ipod ku mencari lagu yang pas. Lagu pilihanku jatuh pada lagu yang dikirimkan Yi Seul kemarin. Lagu itu mengalun indah ditelingaku, teringat saat aku masih kecil dulu dengan dia masa lalu. Kami menghabiskan waktu bersama dihalte, entah saat hujan atau hari cerah. Aku mencoba menutup mata ku dan mencoba mengulang cerita itu satu demi satu dalam hayalanku. Begitu menyenangkan tapi saat aku sadar semua berubah menjadi rindu yang sangat menyesakkan, menjadi mimpi buruk yang pekat. Apalagi saat mengingat kejadian itu...
PIP...PIP....PIP...!!!!
Aku langsung membuka mataku, ternyata ada bus yang berhenti didepan ku. Aku melihat kesampingku, tak ada orang selain aku disini, mungkin sopir itu mengira aku akan naik ke bus.
Aniya...Atassii!!! jawabku dengan sedikit berteriak.
Sopir itu hanya tersenyum lalu menjalankan busnya. Saat bus itu berlalu, aku langsung menatap kearah toko piano yang sejajar dengan halte ini. Aku melihat sosok yang berdiri disana. Aku mengenal senyum itu, aku mengenal cara melambai itu, aku mengenal cara berjalan itu. Dia...dia sosok yang selama ini aku cari selama ini tapi dalam wujud dewasa. Tapi aku belum yakin, aku berdiri dari tempat duduk ku. Dia terus berjalan, aku mengikuti arah jalannya. Aku belum bisa memastikannya, kami bersebrangan jalan. Aku terus mengikutinya, tapi pandangan ku terhalang bus saat ini. Aku coba berlari dan ternyata sosok itu menghilang. Tak terlihat oleh mata ku lagi. Aku akan menyebrangi jalan untuk memastikannya.
TRETTT...TRETTTT...TREETT...
“Halo...iya Seul ah. Aku  berjalan-jalan sebentar....iya....aku segera kesana”
Itu nyata atau hanya halusinasiku saja. Tapi tidak mungkin aku melihat hal yang sama pada sosok dua orang. Senyumnya, apakah ada orang yang memilki senyum yang sama. sepanjang jalan pulang aku terus memikirkannya. Apa benar Dongwoon ada di kota ini, apa itu benar-benar dirinya. Semakin aku memikirkannya semakin membuat ku rindu padanya.
Sudah beberapa hari kejadian itu berlalu, aku juga sudah coba untuk melupakannya. Mungkin saat itu aku sedang memikirnya, sehingga aku merasa kalau sosok yang ku lihat waktu itu adalah dia. Hari ini aku ke toko kaset langananku, karena aku sedang didaerah ini jadi Yi Seul memimta tolong untuk mengambilkan kaset pesanannya di toko ini. Sayangnya, saat akan pulang hujan turun lumayan deras. Beruntung aku selalu membawa payung kesayangan ku. Aku berlari kecil menuju halte, seperti biasa pulang kerumah menggunakan bus. Aku sudah menunggu sekitar 5 menit, tapi busnya belum muncul-muncul juga. Hujan juga semakin deras, aku melihat orang-orang berlari menerjang hujan. Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku membalik tubuh ku, apa yang kulihat membuat ku terkejut.
“Apa kabar Ji Eun?” sapa orang itu dengan senyum manisnya

___TBC___


[FF] On Rainy Days #2


Title                   : On rainy days
Author                : Arianti Pratiwi  @TiwiMinam
Main Cast          : Son Dongwoon B2ST, Kim Ji Eun
Type/Genre        : Sadness
Length                : Part
Disclaimer         : Ide FF ini terinpirasi dari lagu B2ST yang berjudul “On Rainy Days” semua ini hanya fiksi belaka. hanya sebatas fantasi seorang Ratu yang gak berhenti berimajinasi. TAKE OUT WITH FULL CREDIT.No Copy Paste and Dont Be Silent Reader


***
“Apa kabar Ji Eun?”
Aku menjatuhkan payungku dan melongo, ini nyata atau aku sedang berhalusinasi seperti beberapa hari yang lalu. Aku benar-benar melihat sosok itu dan senyumnya didepan mata ku, sangat dekat. Aku masih terus mengamatinya, apa ini kenyataan. Sosok itu melambai-lambaikan tanganya didepan mataku. Aku mencubit sedikit telapak tangan ku dan rasanya sakit. Ini nyata, aku tidak sedang bermimpi, dia yang ku rindukan selama 6 tahun ada didepan ku. Dongwoon kembali pada kehidupanku.
Aku mulai menangis seperti anak-anak, sangat keras mungkin. Orang-orang sekelilingku memadangiku aneh. Tapi aku tak peduli, mereka tak tahu bagaimana kisah ku dengan orang yang berdiri didepanku saat ini dan mereka tidak tahu seberapa besarnya rinduku pada sosok ini.
“Heiii...bocah!! apa yang kau lakukan. Berhenti menangis, kau membuat ku malu didepan orang-orang. Mereka akan mengira kalau aku berbuat macam-macam padamu. Cepat hapus air mata mu”
Aku...aku...sudah...mencoba menghentikannya,....tapi...air mataku....tak mau berhenti. Bagaimana ini?” aku bicara dalam isak ku. Sangat aneh kedengarannya.
Dia hanya tertawa mendengarkan suara ku yang aneh.  Tiba-tiba menarikku dalam pelukannya yang besar. Bukannya reda tapi tangisanku semakin keras. Aku membalas pelukannya, bahkan sangat erat.
“Ahhhh....lihat sepertinya kau benar-benar mencintaiku”
Aku memukul belakangnya. Dia hanya tertawa dan memelukku erat. Benar-benar hangat dipelukannya. Dia berbeda sekarang, badannya tegap dan besar, jari-jarinya yang hangat, dan suaranya yang semakin dewasa. Tapi aku suka seperti ini, aku ingin seperti ini selamanya.
Kami berjalan menuju taman kota, dia mengutang banyak penjelasan padaku. Hari ini aku menagi semuanya hingga akar-akarnya. Kami memilih salah satu tempat duduk di bawah pohon rindang. Hujan sudah reda, kayu dan tanah yang basah tercium jelas. Udara juga terasa sejuk.
“Jadi, kemana kau selama ini” tanyaku tak sabar. Dongwoon hanya tersenyum dan menutup mulutnya rapat.
“Heiii...aku tanya padamu!!!!!”
“Bisakah kau tak usah tau tentang itu. Aku sudah berada disini sekarang. Jadi, itu tidak penting lagi” aku menatapnya sinis,  “Ayolah...Ji Eun”
   Aku tersenyum, lucu melihat wajahnya seperti itu. Aku mengangguk, “Baiklah...”
   Tapi ini benar-benar tidak adil. Dia menyuruh ku menceritakan semua kisahku padanya, semenjak kami tidak bersama-sama lagi. Akupun menceritakan hidupku dari A-Z, secara mendetail dan aku lihat dia sangat menikmatinya, kadang dia mengangguk, terdiam, seperti memikirkan sesuatu, tersenyum, bahkan tertawa. Aku suka reaksinya itu, dia masih seperti yang dulu, pendengar cerita yang baik. Tidak terasa hari sudah mulai gelap, kami menghabiskan waktu berjam-jam di taman hanya untuk cerita ku. Dongwoon menawarkan diri mengatarku pulang dengan bus. Saat ini kami sudah ada di depan gedung apartemen ku.
   “Kau tidak ingin masuk” tanyaku.
   “Lain kali saja, kau masukalah, istirahat. Kita sudah menghabiskan waktu seharian ditaman kota”
   “Besok kita bertemu lagikan”
   “Hmmm....pasti. masuklah” dia tersenyum
   Aku mengangguk, lalu berjalan menuju apartemen ku...
   “Ji Eun-aah...!!!!” aku menoleh
   “Aku selalu merindukanmu!!!!”
   Aku tertawa. “Aku tauuuuuuu....sana pulanglah. Hati-hati”
   Dongwoon melambaikan tangannya padaku, lalu beranjak pergi. Hari yang sangat menyenangkan, hari yang tak pernah ada dalam mimpi-mimpiku selama ini. Bahkan kalau mimpipun aku tak pernah ingin bangun.
***
   Aku duduk disamping jendela besar tempat penyewaan komik. Sudah beberapa komik ku habiskan, tapi Dongwoon belum datang-datang juga. Sesekali aku melirik ke jam tanganku.
   Sesorang meniup telingaku, aku langsung berteriak. Aku tahu siapa orangnya dan pelakunya sedang asik tertawa sekarang. Karena teriakan ku, orang-orang memandangku kesal.
   “Mianata...Mianata” kataku sambil membungkuk. Aku benar-benar malu dibuatnya.
Dongwoon masih terus saja tertawa, aku kesal padanya. Kerena tak tahan lagi, aku lalu memukulnya dengan komik di tangan ku. Dia berteriak kesakitan. Dan lihat orang-orang memandangi ku lagi, sinis. Akhirnya aku berhenti melakukannya.
   “Itu sakit. Lagi pula kau terlalu sibuk dengan komik dan headset mu itu. Aku dari tadi melihatmu dari luar jendela, lalu mengetuknya beberapa kali, tau kau tetap saja sibuk dengan duniamu sendiri”
   “Benarkah?” aku mengerlingkan mataku padanya.
   “Hmmm...lagu apa yang kau dengar?”
   Dongwoon lalu mengambil sebelah headset dari telingaku. Aku melihat jari-jarinya bergerak diatas meja, seperti memainkan piano. Aku lihat dia juga sangat menikmatinya.
   “Lagunya enak, apa judulnya?”
   “ On rainy days” aku tersenyum.
   Dongwoon berhenti memaikan jari-jarinya lalu diam menatapku. Aku melihat sedikit demi sedikit bibirnya membentuk senyuman.
   “Sepertinya aku tahu kenapa kau menyukai lagu ini” senyumnya hangat sekali.
   “Hmm..kau memang tahu” kami tertawa. Lalu terdiam menikmati lagu itu.
   Beberapa hari ini kuhabiskan waktu ku bersama Dongwoon. Selesai kuliah dia pasti datang menjemputku. Lalu kami pergi berjalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama. Benar-benar sangat menyenangkan, aku tak sendiri lagi menikmati hujan. Sore, dihari yang mendung dia mengantar ku kembali ke apartemen seperti biasanya.
   “Ji Eun...kau bahagia?”
   “Menurutmu?” aku balik bertanya.
   “Hmm...kau bahagia”    
   “Sangat....” tambahku.
   Dongwoon hanya tersenyum, lalu menyuruhku masuk karena hujan akan segera turun. Aku juga menyuruhnya cepat-cepat pulang, takut dia nanti kehujanan.
   Aku masuk dalam apertemenku, ternyata Yi Seul sudah ada dirumah. Dia menatapku khawatir dan sepertinya dia tak tenang
   “Wae? Apa terjadi sesuatu?” tanyaku penasaran.
   “Ahjumma menyuruh kita pulang sekarang. Aku sudah memesan tiket”
   “Tunggu ada apa ini, apa terjadi sesuatu pada Appa ku” aku mulai panik. Aku mencoba meraih handphone ku dan langsung menghubungi nomor eomma
   “Yeoboseyo eomma, ada apa ini.....apa maksudmu aku tak boleh panik. Tapi kenapa aku harus ke Busan...sesuatu terjadi pada Appa....tapi....tapi....jangan buat aku bingung Ma. Baiklah aku akan segera pulang” aku menutup telpon ku.
   “Kalian benar-benar membuatku gila. Tunggu, aku akan mengambil barang-barang yang harus ku bawa”
   Kami sudah duduk dalam kereta, kami menggunakan kereta cepat jadi kami bisa tiba di busan hanya dalam 2 jam. Aku ingat aku belum memberitahu Dongwoon kalau aku harus ke Busan, dengan alasan yang tidak jelas. Aku mengeluarkan Hp ku dari dalam tas dan ingin mengatifkannya kembali.
   “Ji Eun ya.. Gwenchanayo?kata Yi Seul
   “Aku belum mengabari Dongwoon tentang ini” gerutuku.
   “Ji Eun...jeongmal gwenchana? Akhir-akhir ini kau bersikap aneh”
   “Itu karena aku bahagia Yi Seul. Berhenti menganggap ku aneh, yang aneh itu kau dan eomma. Aku ingin tidur”
   Aku menutup wajahku dengan selimut. Aku mencoba tidur, tapi aku juga masih terus berpikir, ada yang aneh dengan orang-orang didekat ku. Ahhhh....bodoh. aku memaksakan mataku untuk tertutup dan berharap aku benar-benar terlelap.
***
   “Pa...sebenarnya kita mau kemana? Inikan bukan arah  rumah kita”
   “Appaaa...yang ku butuhkan saat ini hanya kasur empukku dirumah bukan perjalanan atau liburan mewah” protesku.
   Yang ku tanya dari tadi hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Lalu dia langsung mambawa ku dan Yi Seul entah kemana saat ini, sudah hampir sejam kami diperjalanan. Papa tak mau memberitahu kami. Jadi aku hanya diam saja dan mencoba untuk tidur lagi.
   Yi Seul mengunjang-gunjang bahuku. Aku membuka mata lalu melihat sekelilingku, sepertinya sudah sampai. Tapi dimana ini, Rumah sakit. Aku kaget dan menatap Papa lekat
   “Apa yang terjadi pada Eomma? Hanya Eomma yang tak ada disini’ aku mulai berteriak pada Papa ku
   “ Tenang Ji Eun, ini bukan tentang Eomma mu dia baik-baik saja didalam”
   Ini membuatku sakit kepala, kenapa keluargaku membuatku bingung. Aku mengikuti Papa, disalah satu lorong aku melihat Eomma sedang duduk. Saat dia melihatku, Eomma belari ke arah ku dan memelukku.
   “Ada apa Ma? Siapa yang ada didalam ruangan itu?”
   “Tenang Ji Eun...kajja...” Eomma menarik tangan ku lembut.
   Pintu bercat putih gading itu diketuk Eomma lembut. Seseorang membukanya dari dalam.
   “Ahjumma...!!!!” dia Eommanya Dongwoon, apa yang dia lakukan disini, aku melihat wajah cantiknya yang payah dan matanya yang sembab. Tunggu, aku tahu. Aku menerobos masuk. Didalam ruangan aku melihat seseorang terbaring dengan selang diseluruh tubuhnya. Aku terus mendekat, mencoba membuang semua pikiran burukku, berharap sesuatu yang ku takutkan tak terjadi. Aku semakin dekat dan bisa melihat sosok itu dengan jelas. Aku terkejut, air mataku mengalir, aku menutup mulutku tak percaya. Dia Dongwoon, tapi bukan Dongwoon yang selama ini ku temui. Wajahnya memang sama, tapi yang didepan ku terlihat kuyuh. Wajahnya sangat tirus, tubuhnya juga, nafasnya sangat pendek. Dia seperti mayat hidup, aku mengangkat tangan untuk menyentuhnya. Tapi aku lalu teringat...
   “Dia siapa” pertanyaan bodoh keluar dari mulutku. “DIA SIAPA!!!!!!!” aku mulai berteriak.
   “Dia Dongwoon, Ji Eun. Orang selama ini kau tunggu” Eomma mencoba untuk menenangkan ku.
   “BUKAN MA...DIA BUKAN DONGWOON!!!!! BEBERAPA HARI YANG LALU AKU BERTEMU DENGANNYA, KAMI BERSAMA-SAMA” aku mulai berteriak seperti orang gila, air mataku juga sudah mulai membajiri wajahku.
   Aku melihat kearah Yi Seul. “ Yi Seul kau tahu itu kan, beberapa hari kemarin aku bersamanya kan. KAU TAHU KAN!!!!” Yi Seul hanya tertunduk sedih.
   “Kalian benar-benar membuatku gila” aku berjalan menuju pintu. Eomma menahahanku “Aku butuh udara segar Ma, kepala ku sakit”
   Aku duduk dikursi taman Rumah Sakit berusaha menjernihkan pikiranku. Ini tak bisa ku mengerti. Lalu aku mengmbil Hp ku mencoba menghubungi Dongwoon, tapi berkali-kali Hp itu tak aktif. Aku memegang kepala ku, rasanya sangat berat. Bukan hanya itu, rasa bahagia yang pernah dihatiku kini menjadi rasa hampa. Aku menagis sejadi-jadinya. Terlalu sakit untuk mencoba berfikir jernih. Seseorang menyentuh pundak ku dengan lembut, aku merasakan dia duduk disampingku. Dia hanya diam, tak berkata apa-apa. Aku masih terus saja menutup wajah dengan telapak tangan dan menangis...
   “Kau ingat waktu aku bilang akhir-akhir ini kau terlihat aneh. Itu karena kau terlihat seperti orang yang kurang waras. Beberapa hari saat kau bilang pergi bersama Dongwoon, temanku melihatmu ditempat penyewaan komik bertingkah aneh. Kau tertawa dan bercerita sendiri. Awalnya aku tak percaya, jadi aku mengikutimu. Dan kulihat memang seperti itu. Kau memang sangat bahagia, tapi terlihat aneh karena tak ada orang disampingmu, kau seperti orang gila. Lalu aku menceritakan semua pada eomma mu, hingga aku mendapatkan kabar kalau Dongwoon sedang Koma disini”
   Aku semakin terisak mendengar penjelasan Yi Seul. Apa aku benar-benar seperti itu. Aku tak bisa menahannya lagi. Tangisku semakin keras, Yi Seul menarikku dalam pelukannya, dia juga mengusap-usap bahuku.
   “Maaf...karena awalnya aku mengira kau benar-benar gila karena lelaki itu. Tapi sepertinya aku mengerti sekarang Ji Eun. Kuatkan dirimu”
   Aku tak tahu sudah berapa menit kami terdiam seperti ini. Aku sudah mulai bisa mengontrol perasaanku, Yi Seul benar saat ini aku tidak harus menangisi semua ketololan yang pernah kulakukan. Yang ku butuhkan hanyalah ketegaran untuk bertemu dengan Dongwoon lagi. Dongwoon yang tak sesuai dengan harapan-harpan ku.
   “Ji Eun...Tante boleh bicara sebentar”
   Aku menoleh kearah suara. Aku tersenyum dan mengangguk. Yi Seul juga tersenyum padaku lalu meninggalkan kami berdua. Eomma Dongwoon duduk disebelahku, menyentuh tanganku dan mengelusnya lembut.
   “Tante...tadi....mianhaeyo...jeongmal…
   “Tidak apa-apa Ji Eun, aku tahu saat ini kau pasti kebingungan. Maaf kan tante yang merahasiakan ini terlalu lama padamu”
   “Maksud tante?” aku mulai penasaran.
   “Kau ingat waktu Dongwoon kecelakan didepan sekolah mu. Saat itu dia benar-benar butuh darah. Darahnya hanya cocok dengan Papanya, tapi kau tahu kami sudah bercerai saat itu. Keluarga juga sangat jauh, akhirnya dokter memutuskan untuk mencari pendonor darah saja. Seminggu kemudian dokter mengetahui kalau darah donor itu terinfeksi AIDS” aku mendengar Eomma Dongwoon tercekat saat mengatakan itu, aku juga.
    “Saat itu aku mengamuk, ingin rasanya aku membunuh dokter yang telah membuat anak ku harus terjangkit penyakit setan itu. Aku merahasiakan ini semua pada Dongwoon. Tapi aku tidak tahu dari mana dia tahu masalah itu dan dia juga mengerti. Sejak saat itu dia hanya berbicara tentang mati, lama kelamaan dia mulai menerimanya. Tapi dia memutuskan untuk pindah kekota lain. Dia takut bertemu denganmu, karena akan membuatmu sakit seperti yang dia derita. Sejak saat itu dia tak mau sekolah formal lagi. Kehidupan kami mulai normal dikota baru. Tapi Dongwoon sudah mulai tertutup dengan dunia luar, aku menerapakan Home schooling untuk metode pendidikannya. Saat mulai SMA, dia membujukku untuk kembali kesini. Dia ingin melihatmu tambah sepengetahuanmu. Dia mencari tahu semua pada Eommamu dan Mereka menjadi partner yang kompak...”
   “Jadi selama ini Eomma tahu tentang Dongwoon?” aku tak bisa percaya ini, air mataku mulai jatuh lagi.
   “Tapi jangan menyalahkan Eommamu tentang ini Ji Eun... Dongwoon yang memintanya untuk merahasiakan semuanya. Dia merasa dirinya tak cocok lagi bertemu denganmu. Saat kau pulang sekolah dia selalu menunggumu diseberang jalan. Dia juga sempat memotretmu, mungkin beribu-ribu kali. Setiap dia melihatmu lagi, aku melihat sinar lain dimatanya. Begitu bahagia, tapi itu sangat membuatku terluka, kadang aku ingin menemuimu dan menceritakan semuanya tapi aku takut dia drop” isakan ku mulai terdengar keras sekarang, hatiku benar-benar sakit
   “ Maafkan kami Ji Eun...kami terlalu bodoh menyimpan semua ini dari mu”
   “Lalu siapa yang bersama ku beberapa hari yang lalu” tanyaku dalam tangis.
   “Aku juga masih tidak mengerti. Dia memang sempat beberpa bulan mengikutimu ke Korsel, tiba-tiba disana kondisinya memburuk. Jadi aku menjemputnya, setelah itu dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dokter bilang memang sudah waktunya, karena penyakit itu sudah menggrogotinya bertahun-tahun. Daya tahan tubuhnya bahkan sudah mendekati nol persen. Beberpa bulan terakhir dia sempat tak sadarkan diri, ini terjadi berkali-kali. Mungkin saat itu dia datang menemui dengan wujudnya yang lain. Aku tak percaya dengan hal-hal seperti itu, tapi saat kau bilang padaku, aku berpikir mungkin hal itu sedikit masuk akal”
   Aku tak tahan lagi, rasanya sakit sekali. Aku memukul-mukul bagian dadaku, berharap sakitnya berkurang, tapi itu tidak membantu. Aku menangis, ingin rasanya berteriak. Karena menangis rasanya tak cukup.
   “Tolong jangan menyakiti dirimu Ji Eun. Aku tahu kenyataannya sangat berat bahkan rasanya ingin mati. Tapi, Dongwoon masih menunggumu. Kau harus tetap kuat. Tolong bahagiakan anak Tante untuk terakhir kalinya”  kami pun menangis bersama. Aku berjanji ini mennagisku yang terakhir kalinya, Dongwoon harus melihatku tersenyum.
***
   Aku duduk disamping ranjang Dongwoon yang masih tertidur. Kali ini selang dan pembantu pernafasannya sudah dibuka. Aku menatap wajahnya lekat, dia sudah benar-benar berubah menjadi lelaki yang dewasa. Tapi, dia masih tampan seperti dulu saat masih bocah.
   “Heiii....kau tidur seperti kerbau” aku mengunjang-gunjang tangannya, dia tetap saja menutup matanya.
   Aku dengar gemuruh hujan, sepertinya hujan deras sekali. Aku berjalan menuju jendela dan membuka tirainya. Satu persatu titik hujan membasahi kaca jendela. Aku duduk dikursi dekat jendela untuk menikmatinya. Sesekali aku menoleh kearah Dongwoon, berharap dia sudah membuka matanya. Karena kurang tidur dan kelelahan aku tertidur dikursi panjang itu. Saat aku terbangun masih saja tetap sama, dia belum membuka matanya sama sekali. Aku duduk disampingnya lagi, lalu memaikan jari-jarinya.
   “Hmmm...” aku kaget mendengarkan gueomman itu.
   Pelan-pelan ku lihat Dongwoon membuka matanya. Aku tersenyum, dia juga,  sedikit berat tapi tetap manis.
   “ Kau...membuatku...menunggu...terlalu lama” suaranya sangat pelan, hampir seperti berbisik dan terbata-bata.
   “Maaf...aku terlalu sibuk mencarimu ketempat lain. Lagipula, kau tau dimana tempatku berada, kenapa bukan kau saja yang mencariku. Gengsimu terlalu tinggi” dia memukul kepala ku, tapi pukulan tanpa kekuatan.
   “ Maaf...Ji Eun. Aku...benar-benar....minta maaf. Menyimpan....semuanya...karena....aku takut keyataan ini...akan melukaimu. Tapi...pada...akhirnya...semua melukaimu juga” aku mulai menangis lagi, aku mengingkari janji ku sendiri. Aku benar-benar tak bisa menahannya, melihatnya berbicara seperti itu aku tak bisa menahannya.
   “ Aku...sangat merindukanmu Bin, aku merindukanmu...aku merindukanmu” tangisku mulai keras, aku menundukan kepala ku diatas kasur dan menagis sejadi-jadinya. Dongwoon mengusap-ngusap belakangku dengan lembut. Aku juga mendengarkan dia terus mengucapkan kata maaf. Kamipun menagis bersama...
   Alarm Hp ku berbunyi, aku terbangun dari tidurku. Ternyata semalam aku ketiduran...
   “Kau...terbangun?” ternyata Dongwoon belum tidur.
   “Kau tidak tidur? Kau perlu istirahat” aku beranjak untuk mematikan alramku. Ini baru jam 2 shubuh. Ternyata diluar masih hujan, aku menutup tirainya...
   “              Jangan ditutup, aku sedang menikmatinya”
   Aku tetap menutupnya.” Kau tidur saja, sudah mulai shubuh. Kau perlu istirahat. Sebagai gantinya aku akan memberikan pengganti hujan” aku mengambil ipod ku. Lalu  memutar lagu favoritku.
   “ Aku...menyukainya” dia tersenyum.
   “              Aku tahu” aku membalas senyumnya.
   “Ji Eun...kau tahu kalo dari dulu hingga sekarang aku terus...”
   “Hmmm...aku tahu, semuanya aku tahu, tanpa kau katakan pun aku tahu. Tidurlah, kau percaya padaku kan dan bagimanapun keadaan kita selama ini aku selalu bahagia karena mu” aku tersenyum dan merapikan selimutnya.
   “Terima kasih..Ji Eun” aku mencium keningnya. Lalu mengelus tanganya agar dia tertidur.
***
   Hari sudah pagi dan masih hujan. Suaranya masih tetap terdengar. Aku melihat Dongwoon masih tidur, sangat lelap. Ternyata ipod ku semalam lowbath. Aku membuka jendela, terdengar jelas suara hujan. Angin yang bertiup juga sangat sejuk. Aku merasa ada sesuatu yang terlepas dalam hatiku, seperti beban yang terlepas dari pundakku. Tapi itu membuatku hampa. Aku merapikan letak selimut Dongwoon, menatapnya sekilas. Lalu berjalan keluar kamar. Aku duduk dikursi tunggu dengan tenang. Terasa sangat sunyi, bahkan suara hujan tak lagi menarik. Aku melihat suster masuk kedalam kamar, tidak lama kemudian dia berlari keluar memanggil dokter. Dokter segara datang disusul Eomma dan Eomma Dongwoon. Aku tetap diam, Eomma terus bertanya tapi aku tak menggubrisnya. Terdengar suara Eomma Dongwoon menangis dari dalam sana. Eomma kaget, lalu memandangku aneh. Aku tetap memandang ke depan.
   “Eomma...tante lebih membutuhkan Eomma saat ini” aku tersenyum. Eomma berdiri dan masuk ke dalam kamar.
   Aku merasa air mataku jatuh, tapi langsung menghapusnya. Sudah cukup untuk menangis dan bersedih, aku ingin dia percaya bahwa aku benar-benar bahagia.
***
   Hari ini, hari pemakaman Dongwoon. Aku tidak mengikuti prosesinya hingga akhir. Aku ingin berjalan-jalan sebentar. Aku berjalan dibawah gerimis, merentangkan tanganku dan menikmatinya. Terasa titik hujan mengenai wajahku, aku menyukainya. Kita memiliki waktu yang singkat untuk bersama, tapi memiliki waktu yang banyak untuk saling merindukan, yang membuat kita saling memahami. Dongwoon tak meninggalkan ku sendiri, dia mewariskan hujan padaku. Hujan yang mampu menyejukan hatiku seperti dirinya, yang suaranya sangat merdu seperti dirinya dan mampu membuatku mengingat tentang dirinya.
   “Terima kasih, kau memberikan ku sahabat terbaik. Yang sering kita panggil hujan.....”

__ THE END­____ THE END­__